Minggu ke-10
1.
Sebutkan langkah- langkah perusahaan dalam
merekrut karyawan, pegawai !
Cara Merekrut Karyawan
Umumnya, para
pengusaha pasti akan menyebarkan informasi bahwa bisnis yang sedang
dijalankannya sedang membutuhkan tenaga tambahan. Menjaring wajah baru bisa
melalui beragam cara. Contohnya, melalui iklan, perusahaan pencari tenaga
kerja, lembaga pendidikan, organisasi buruh, dan sebagainya. Perusahaan juga
memilih lebih dari satu metode, tergantung dari situasi dan kondisi yang
terjadi saat itu. Mana yang lebih efektif.
Dengan
pertimbangan tertentu, beberapa pengusaha mengaku lebih suka mengambil tenaga
kerja dari lingkungan sekitar mereka. Salah satu pertimbangannya, lokasi dan
keamanan perusahaan. Jika karyawan bermukim di belasan bahkan puluhan kilometer
dari tempatnya bekerja, tentu saja akan menggerus upah untuk ongkos
transportasi. Apalagi perusahaan yang buka 24 jam dan menerapkan sistem kerja
berdasarkan shift, bila tidak didukung oleh tenaga kerja dari lingkungan
sekitar tentu akan kerepotan saat mereka bekerja di shift malam.
Beberapa
pengusaha juga mencari karyawan hasil rekomendasi dari sahabat dan kerabat
terdekat. Informasi dari mulut ke mulut, juga biasanya lebih tepat sasaran,
karena kualitas dan kriteria sudah terbukti dan ada penjamin dari si pemberi
rekomendasi. Sebab, mau tak mau si pemberi rekomendasi ikut bertanggung jawab
dengan kinerja si pekerja. Selain itu, ongkosnya lebih ngirit, karena tidak
mengeluarkan biaya untuk beriklan di koran.
· Menentukan Kriteria
Apa yang
perlu diperhatikan soal kualifikasi pegawai? Banyak pengusaha UKM yang tak
mengharuskan karyawannya mengantongi ijazah perguruan tinggi. Siapapun
orangnya, asal punya keistimewaan dan keterampilan di bidangnya, bekerja bagus,
mau belajar, jujur, dan loyal itu sudah cukup. Yang diutamakan keahlian ketimbang
pendidikan formal.
Karakter
karyawan juga perlu. Persoalan karakter ini jadi penting, terutama untuk
pekerjaan yang berhubungan dengan uang. Misalnya, untuk bagian penagihan atau
keuangan. Jika si karyawan tukang tilap, tagihan bisa “hilang mendadak” karena
duitnya dipakai duluan.
Bagi
pengusaha di bidang pelayanan atau jasa seperti bengkel motor mobil, selain
keterampilan, prestasi di bangku sekolah juga menjadi ukuran. Biasanya dicari
lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK yang dulu bernama STM). Selain itu,
calon karyawan juga melalui tes psikologi, tes IQ, tes teknis, dan tes
wawancara. Penetapan syarat yang sedemikian itu ternyata tak melunturkan minat
para pelamar.
· Merencanakan Pelatihan
Setelah
mendapat karyawan baru, yang harus dipikirkan kemudian ialah melatihnya. Ada
yang menyebutnya sebagai masa magang karyawan, atau masa kontrak. Tujuannya
untuk mengenalkan dan memahamkan karyawan baru terhadap bidang yang akan mereka
geluti. Kendati penting, sejumlah perusahaan meniadakan kegiatan ini.
Bagi pengusaha, pelatihan ini
bisa menjadi titik awal menilai kinerja karyawan. Umumnya, ada eveluasi di
setiap periode tertentu. Pengusaha berhak menilai perilaku, tanggung jawab,
penghargaan terhadap pekerjaan, absensi, dan kompetensi. Jika sesuai dengan
standar, artinya karyawan berhak untuk tinggal di perusahaan tersebut.
Sebaliknya, calon karyawan harus rela cabut karena dinyatakan tidak lulus.
Menurut pengalaman para
pengusaha, tak sulit menentukan si karyawan anyar berhak menjadi karyawan tetap
atau tidak. Kita cukup melihat performa selama enam bulan hingga satu tahun.
Jika selama menjalani masa percobaan si calon karyawan tersebut tidak pernah
mendapat peringatan, teguran, atau tidak melakukan kesalahan, berarti si
pengusaha tidak salah pilih orang.
2.
Sebutkan apa yang dimaksud dengan outshorching dan
bagaimana perkembangannya di indonesia !
Outsourcing dalam bahasa inggris terdiri dari dua kata, yakni out dan
sourcing . Sourcing berarti mengalihkan kerja, tanggung jawab dan
keputusan kepada orang lain. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, Outsourcing berarti
alih daya. Dalam dunia bisnis, outsourcing atau alih daya dapat
diartikan sebagai penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan yang sifatnya non-core
atau penunjang oleh suatu perusahaan kepada perusahaan lain. Kedua
perusahaan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa
pekerja atau buruh. Namun, pada realita sistem kerja outsourcing dalam dunia
usaha di Indonesia dilaksanaan tidak hanya oleh perusahaan non-core, tetapi
juga dilaksanaan oleh perusahaan core (produksi).
Outsourcing
(Alih Daya) diartikan sebagai pemindahan atau pendelegasian beberapa proses
bisnis kepada suatu badan penyedia jasa, dimana badan penyedia jasa tersebut
melakukan proses administrasi dan manajemen berdasarkan definisi serta
kreteria yang telah disepakati oleh para pihak (Sjahputra, 2009). Dalam hukum
ketenagakerjaan di Indonesia sistem kerja outsourcing diartikan sebagai
pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa tenaga kerja pengaturan hukum outsourcing
(Alih Daya).
Perjanjian kerja dalam outsourcing berbentuk hubungan kerja antara
perusahaan dan pekerja atau buruh yang diatur dalam perjanjian kerja secara
tertulis. antar antar perusahaan penerima pekerjaan dengan pekerja atau buruh
yang dipekerjakan. Perjanjian tertulis berdasarkan pada PKTW (Perjanjuan Kerja
Waktu Tertentu) sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang diberlakukan.
Apabila ketentuan sebagai badan hukum dan/atau tidak dibuatnya perjanjian
secara tertulis tidak dipenuhi, demi hukum status hubungan kerja antara pekerja
dengan perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan kerja antara
pekerja dengan perusahaan pemberi pekerjaan (Sistem kerja outsourcing di
Indonesia, 2010). Hal itu, menyebabkan hubungan kerja beralih antara pekerja
dengan perusahaan pemberi kerja, dapat berupa waktu tertentu atau untuk waktu
tidak tertentu, tergantung pada bentuk perjanjian kerjanya semula (Pasal 64 dan
65 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan).
Pada beberapa
kejadian, tercatat pekerja kontrak yang dipasok oleh penyedia jasa outsourcing
oleh perusahaan non-core untuk pekerjaan tanpa memperhatikan jenjang
karir. Seperti office boy , security, dan sebagainya. Namun,
sekarang justru outsourcing masuk di berbagai lini kegiatan perusahaan.
Praktik outsourcing di Indonesia kini semakin mengalami kontroversi.
Karena dinilai menguntungkan perusahaan, namun sistem ini justru merugikan
untuk pekerja atau buruh. Selain tidak ada jenjang karier yang jelas, pada
beberapa kejadian gaji pekerja atau buruh juga dipotong oleh perusahaan inti
dan pekerja atau buruh tidak tahu besaran gaji potongan yang diberlakukan.
Aksi penolakan sistem kerja outsourcing muncul dimana-mana. Hal ini
dilatarbelakangi bahwa dilatar belakangi sistem ini berdasarkan dengan konsep
kapitalisme modern yang akan memba/wa kesengsaraan bagi pekerja atau buruh, dan
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi pengusaha untuk
mendominasi hubungan industrial dengan perlakuan-perlakuan kapitalis. Menurut
Karl Marx ,hal ini dikatakan mengeksploitasi pekerja atau buruh.
Tuntutan penghapusan sistem kerja outsourcing datang bertubi-tubi tidak hanya
dari kelompok pekerja atau buruh saja. Namun, dari pemerhati masalah
ketenagakerjaan seperti Prabowo Subianto yang pernah meminta agar sistem kerja
outsourcing untuk dihapuskan. Menurutnya, sistem ini kurang manusiawi karena
mengeksploitasi pekerja atau buruh. Tuntutan penghapusan juga disampaikan oleh
beberapa komunitas, seperti: Aliansi Buruh Menggugat (ABM) dan Front Perjuangan
Rakyat (FPR) pada saat peringatan Hari Buruh Sedunia ( May day) Tahun
2008 di Bundaran Hotel Indonesia, telah melontarkan isu “Hapuskan Sistem Kontrak
dan Outsourcing ”.
Setelah sistem kerja outsourcing diberlakukan dan banyak menuai kontroversi,
pemerintah sebagai lembaga yang berwenang dalam menentukan peraturan dan hokum
justru memberi perlindungan dan tanggung jawab yang dinilai masih kurang bagi
pekerja atau buruh. Pemerintah dinilai kurang memperhatikan pekerja atau buruh outsourcing
karena pemerintah tidak mengimbanginya dengan membuat peraturan dan
perlindungan hukum yang selayaknya bagi para pekerja atau buruh outsourcing.
Sedangkan Kebijakan dalam bidang ketenagakerjaan ( employment policy )
baik pada tataran lokal maupun nasional dirasa kurang mengarah pada upaya-upaya
memberi rasa aman ( social protection ) pada pekerja atau buruh. Employment
policy justru mengarah pada upaya pemerintah untuk menjadikan pekerja atau
buruh sebagai bagian dari mekanisme pasar dan komponen produksi yang memiliki
nilai jual (terkait upah murah) bagi para investor. Seperti berbagai
undang-undang dan keputusan Menakertrans dalam UU Ketenagakerjaan No. 13 tahun
2003 (pasal 64, 65 dan 66), Kepmenakertrans RI No.Kep.101/Men/VI/2004 Tahun
2004 tentang Tata Cara Perjanjian Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja atau buruh,
dan Kepmenakertrans RI No. 220/Men/X/2004 tentang Syarat-syarat Penyerahan
Sebagai Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan lain adalah hukum yang mengatur
ketenagakerjaan dengan sistem kerja outsourcing (Alih Daya). Ke depan,
pemerintah sebagai pemegang kekuasaan ( stake holder ) mampu memberi
peraturan dan perlindungan yang tepat untuk pekerja atau buruh outsourcing ,
atau menghapus sistem kerja outsourcing .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar