Rabu, 26 Desember 2012

PENGANTAR BISNIS (TUGAS MINGGU 10)


Minggu ke-10

1.                  Sebutkan langkah- langkah perusahaan dalam merekrut karyawan, pegawai !

Cara Merekrut Karyawan
Umumnya, para pengusaha pasti akan menyebarkan informasi bahwa bisnis yang sedang dijalankannya sedang membutuhkan tenaga tambahan. Menjaring wajah baru bisa melalui beragam cara. Contohnya, melalui iklan, perusahaan pencari tenaga kerja, lembaga pendidikan, organisasi buruh, dan sebagainya. Perusahaan juga memilih lebih dari satu metode, tergantung dari situasi dan kondisi yang terjadi saat itu. Mana yang lebih efektif.
Dengan pertimbangan tertentu, beberapa pengusaha mengaku lebih suka mengambil tenaga kerja dari lingkungan sekitar mereka. Salah satu pertimbangannya, lokasi dan keamanan perusahaan. Jika karyawan bermukim di belasan bahkan puluhan kilometer dari tempatnya bekerja, tentu saja akan menggerus upah untuk ongkos transportasi. Apalagi perusahaan yang buka 24 jam dan menerapkan sistem kerja berdasarkan shift, bila tidak didukung oleh tenaga kerja dari lingkungan sekitar tentu akan kerepotan saat mereka bekerja di shift malam.
Beberapa pengusaha juga mencari karyawan hasil rekomendasi dari sahabat dan kerabat terdekat. Informasi dari mulut ke mulut, juga biasanya lebih tepat sasaran, karena kualitas dan kriteria sudah terbukti dan ada penjamin dari si pemberi rekomendasi. Sebab, mau tak mau si pemberi rekomendasi ikut bertanggung jawab dengan kinerja si pekerja. Selain itu, ongkosnya lebih ngirit, karena tidak mengeluarkan biaya untuk beriklan di koran.
·         Menentukan Kriteria
Apa yang perlu diperhatikan soal kualifikasi pegawai? Banyak pengusaha UKM yang tak mengharuskan karyawannya mengantongi ijazah perguruan tinggi. Siapapun orangnya, asal punya keistimewaan dan keterampilan di bidangnya, bekerja bagus, mau belajar, jujur, dan loyal itu sudah cukup. Yang diutamakan keahlian ketimbang pendidikan formal.
Karakter karyawan juga perlu. Persoalan karakter ini jadi penting, terutama untuk pekerjaan yang berhubungan dengan uang. Misalnya, untuk bagian penagihan atau keuangan. Jika si karyawan tukang tilap, tagihan bisa “hilang mendadak” karena duitnya dipakai duluan.
Bagi pengusaha di bidang pelayanan atau jasa seperti bengkel motor mobil, selain keterampilan, prestasi di bangku sekolah juga menjadi ukuran. Biasanya dicari lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK yang dulu bernama STM). Selain itu, calon karyawan juga melalui tes psikologi, tes IQ, tes teknis, dan tes wawancara. Penetapan syarat yang sedemikian itu ternyata tak melunturkan minat para pelamar.
·         Merencanakan Pelatihan
Setelah mendapat karyawan baru, yang harus dipikirkan kemudian ialah melatihnya. Ada yang menyebutnya sebagai masa magang karyawan, atau masa kontrak. Tujuannya untuk mengenalkan dan memahamkan karyawan baru terhadap bidang yang akan mereka geluti. Kendati penting, sejumlah perusahaan meniadakan kegiatan ini.
Bagi pengusaha, pelatihan ini bisa menjadi titik awal menilai kinerja karyawan. Umumnya, ada eveluasi di setiap periode tertentu. Pengusaha berhak menilai perilaku, tanggung jawab, penghargaan terhadap pekerjaan, absensi, dan kompetensi. Jika sesuai dengan standar, artinya karyawan berhak untuk tinggal di perusahaan tersebut. Sebaliknya, calon karyawan harus rela cabut karena dinyatakan tidak lulus.
Menurut pengalaman para pengusaha, tak sulit menentukan si karyawan anyar berhak menjadi karyawan tetap atau tidak. Kita cukup melihat performa selama enam bulan hingga satu tahun. Jika selama menjalani masa percobaan si calon karyawan tersebut tidak pernah mendapat peringatan, teguran, atau tidak melakukan kesalahan, berarti si pengusaha tidak salah pilih orang.


2.                  Sebutkan apa yang dimaksud dengan outshorching dan bagaimana perkembangannya di indonesia !
                         
            Outsourcing dalam bahasa inggris terdiri dari dua kata, yakni out dan sourcing . Sourcing berarti mengalihkan kerja, tanggung jawab dan keputusan kepada orang lain. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, Outsourcing berarti alih daya. Dalam dunia bisnis, outsourcing atau alih daya dapat diartikan sebagai penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan yang sifatnya non-core atau penunjang oleh suatu perusahaan kepada perusahaan lain. Kedua perusahaan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja atau buruh. Namun, pada realita sistem kerja outsourcing dalam dunia usaha di Indonesia  dilaksanaan tidak hanya oleh perusahaan non-core, tetapi juga dilaksanaan oleh perusahaan core (produksi).
Outsourcing (Alih Daya) diartikan sebagai pemindahan atau pendelegasian beberapa proses bisnis kepada suatu badan penyedia jasa, dimana badan penyedia jasa tersebut melakukan proses administrasi dan manajemen berdasarkan definisi  serta kreteria yang telah disepakati oleh para pihak (Sjahputra, 2009). Dalam hukum ketenagakerjaan di Indonesia sistem kerja outsourcing diartikan sebagai pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa tenaga kerja pengaturan hukum outsourcing (Alih Daya).
            Perjanjian kerja dalam outsourcing berbentuk hubungan kerja antara perusahaan dan pekerja atau buruh yang diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis. antar antar perusahaan penerima pekerjaan dengan pekerja atau buruh yang dipekerjakan. Perjanjian tertulis berdasarkan pada PKTW (Perjanjuan Kerja Waktu Tertentu) sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang diberlakukan. Apabila ketentuan sebagai badan hukum dan/atau tidak dibuatnya perjanjian secara tertulis tidak dipenuhi, demi hukum status hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan pemberi pekerjaan (Sistem kerja outsourcing di Indonesia, 2010). Hal itu, menyebabkan hubungan kerja beralih antara pekerja dengan perusahaan pemberi kerja, dapat berupa waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu, tergantung pada bentuk perjanjian kerjanya semula (Pasal 64 dan 65 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan).
Pada beberapa kejadian, tercatat pekerja kontrak yang dipasok oleh penyedia jasa outsourcing oleh perusahaan non-core untuk pekerjaan tanpa memperhatikan jenjang karir. Seperti office boy , security, dan sebagainya. Namun, sekarang justru outsourcing masuk di berbagai lini kegiatan perusahaan.
            Praktik outsourcing di Indonesia kini semakin mengalami kontroversi. Karena dinilai menguntungkan perusahaan, namun sistem ini justru merugikan untuk pekerja atau buruh. Selain tidak ada jenjang karier yang jelas, pada beberapa kejadian gaji pekerja atau buruh juga dipotong oleh perusahaan inti dan pekerja atau buruh tidak tahu besaran gaji potongan yang diberlakukan.
            Aksi penolakan sistem kerja outsourcing muncul dimana-mana. Hal ini dilatarbelakangi bahwa dilatar belakangi sistem ini berdasarkan dengan konsep kapitalisme modern yang akan memba/wa kesengsaraan bagi pekerja atau buruh, dan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi pengusaha untuk  mendominasi hubungan industrial dengan perlakuan-perlakuan kapitalis. Menurut Karl Marx ,hal ini dikatakan mengeksploitasi pekerja atau buruh.
            Tuntutan penghapusan sistem kerja outsourcing datang bertubi-tubi tidak hanya dari kelompok pekerja atau buruh saja. Namun, dari pemerhati masalah ketenagakerjaan seperti Prabowo Subianto yang pernah meminta agar sistem kerja outsourcing untuk dihapuskan. Menurutnya, sistem ini kurang manusiawi karena mengeksploitasi pekerja atau buruh. Tuntutan penghapusan juga disampaikan oleh beberapa komunitas, seperti: Aliansi Buruh Menggugat (ABM) dan Front Perjuangan Rakyat (FPR) pada saat peringatan Hari Buruh Sedunia ( May day) Tahun 2008 di Bundaran Hotel Indonesia, telah melontarkan isu “Hapuskan Sistem Kontrak dan Outsourcing ”.
            Setelah sistem kerja outsourcing diberlakukan dan banyak menuai kontroversi, pemerintah sebagai lembaga yang berwenang dalam menentukan peraturan dan hokum justru memberi perlindungan dan tanggung jawab yang dinilai masih kurang bagi pekerja atau buruh. Pemerintah dinilai kurang memperhatikan pekerja atau buruh outsourcing karena pemerintah tidak mengimbanginya dengan membuat peraturan dan perlindungan hukum yang selayaknya bagi para pekerja atau buruh outsourcing. Sedangkan Kebijakan dalam bidang ketenagakerjaan ( employment policy ) baik pada tataran lokal maupun nasional dirasa kurang mengarah pada upaya-upaya memberi rasa aman ( social protection ) pada pekerja atau buruh. Employment policy justru mengarah pada upaya pemerintah untuk menjadikan pekerja atau buruh sebagai bagian dari mekanisme pasar dan komponen produksi yang memiliki nilai jual (terkait upah murah) bagi para investor. Seperti berbagai undang-undang dan keputusan Menakertrans dalam UU Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 (pasal 64, 65 dan 66), Kepmenakertrans RI No.Kep.101/Men/VI/2004 Tahun 2004 tentang Tata Cara Perjanjian Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja atau buruh, dan Kepmenakertrans RI No. 220/Men/X/2004 tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagai Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan lain adalah hukum yang mengatur ketenagakerjaan dengan sistem kerja outsourcing (Alih Daya). Ke depan, pemerintah sebagai pemegang kekuasaan ( stake holder ) mampu memberi peraturan dan perlindungan yang tepat untuk pekerja atau buruh outsourcing , atau menghapus sistem kerja outsourcing .



Tidak ada komentar:

Posting Komentar