ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
HUKUM PERJANJIAN
Nama : Lenny Kurniasih
Npm:24212178
Kelas:2eb24
FAKULTAS EKONOMI,S1 AKUNTANSI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan kehadiran Allah SWT yang senantiasa melimpahkan taufik dan
hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyusun makalah ini untuk memenuhi dan
melengkapi tugas mata kuliah Aspek Hukum dalam Ekonomi. Dalam makalah ini
dibahas tentang Hukum Perjanjian.
Selanjutnya diucapkan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat saya harapkan demi
sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini
dapat berdaya guna dan memberikan kontribusi yang signifikan dalam kompetensi
mahasiswa. Dan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi yang
membacanya.
BAB
I
PENDAHULUAN
Dalam
setiap kedudukan kehidupan perekonomian yang sangat dbutuhkan oleh setiap
Negara, baik Negara-negara maju dan Negara-negara berkembang seperti Negara Indonesia
yang menginginkan kelancaran jalannya
proses perekonomian. Sehingga membutuhkan ketaatan-ketaatan dalam setiap proses
ekonomi. Dengan adanya aspek hukum dalam ekonomi yang mengatur setiap jalannya
ekonomi, akan memperlancar dan mengatur perekonomian dengan aturan-aturan yang
telah ditentukan dan dibuat secara kesepakatan.Banyak orang yang belum mengetahui
tentang ”Hukum perjanjian”.Didalam aspek hukum dalam ekonomi terdapat ”HUKUM
PERJANJIAN”.
Suatu
perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang lain/lebih (Pasal 1313 BW).
Pengertian ini mengundang kritik dari banyak ahli hukum, karena menimbulkan
penafsiran bahwa perjanjian tersebut yang bersifat sepihak, padahal dalam
perjanjian harus terdapat interaksi aktif yang bersifat timbal balik dikedua
belah pihak untuk melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing. Untuk itu secara
sederhana perjanjian dapat dirumuskan sebagai sebuah perbuatan dimana kedua
belah pihak sepakat untuk saling mengikatkan diri satu sama lain..
Menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Perjanjian menurut Pasal 1313
Kitab Undang Undang Hukum Perdata berbunyi : “Suatu Perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang lain atau lebih”. Ketentua pasal ini sebenarnya kurang begitu memuaskan,
karena ada beberapa kelemahan.
Kelemahan- kelemahan itu adalah seperti diuraikan di bawah ini:
Hanya
menyangkut sepihak saja, hal ini diketahui dari perumusan, “satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”.
- Kata perbuatan mencakup juga tanpa consensus
- Pengertian perjanjian terlalu luas
- Tanpa menyebut tujuan
- Ada bentuk tertentu, lisan dan tulisan
- Ada syarat- syarat tertentu sebagai isi perjanjian, seperti disebutkan di bawah ini:
- syarat ada persetuuan kehendak
- syarat kecakapan pihak- pihak
- ada hal tertentu
- ada kausa yang halal
BAB II
RUMUSAN MASALAH
Di dalam makalah ini akan membahas mengenai hukum perjanjian
antara lain meliputi persoalan:
1.
Standar
Kontrak
2.
Macam-macam
Perjanjian
3.
Syarat
Sahnya Perjanjian
4.
Saat
Lahirnya Perjanjian
5.
Pembatalan
dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
BAB III
PEMBAHASAN
1.
Standar Kontrak
Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi dua
yaitu umum dan khusus sperti penjelasan dibawah ini:
- Kontrak standar umum artinya, kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur
- Kontrak standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah
- Menurut Remi Syahdeini, menyatakan bahwa keabsahan berlakunya kontrak baru tidak perlu lagi dipersoalkan karena kontrak baru eksistensinya sudah merupakan kenyataan. Kontrak baru lahir dari kebutuhan masyarakat (society nuds). Dunia bisnis tidak dapat berlangsung dengan kontrak baru yang masih dipersoalkan.
Suatu
kontrak harus berisi:
- Nama dan tanda tangan pihak-pihak yang membuat kontrak
- Subjek dan jangka waktu kontrak
- Lingkup kontrak
- Dasar-dasar pelaksanaan kontrak
- Kewajiban dan tanggung jawab
- Pembatalan kontrak
2. Macam – Macam Hukum Perjanjian
Internasional
Perjanjian internasional pada hakekatnya merupakan
suatu tujuan atau agreement. Bentuk perjanjian internasional yang dilakuka
antarbangsa maupun antarorganisasi internasional ini tidak harus berbentuk
tertulis. Dalam perjanjian internasional ini ada hukum yang mengatur perjanjian
tersebut. Dalam perjanjian internasional terdapat istilah subjek dan obyek.
Yang dimaksud subjek perjanjian internasional adalah semua subjek hukum
internasional, terutama negara dan organisasi internasional. Sedangkan yang
dimaksud dengan obyek hukum internasional adalah semua kepentingan yang
menyangkut kehidupan masyarakat internasional, terutama kepentingan ekonomi,
sosial, politik, dan budaya.
a.
Perjanjian Internasional Bilateral
Perjanjian Internasional yang jumlah peserta atau
pihak-pihak yang terikat di dalamnya terdiri atas dua subjek hukum
internasional saja (negara dan / atau organisasi internasional,
dsb). Kaidah hukum yang lahir dari perjanjian bilateral bersifat khusus
dan bercorak perjanjian tertutup (closed treaty), artinya kedua pihak harus
tunduk secara penuh atau secara keseluruhan terhadap semua isi atau pasal dari
perjanjian tersebut atau sama sekali tidak mau tunduk sehingga perjanjian
tersebut tidak akan pernah mengikat dan berlaku sebagai hukum positif, serta
melahirkan kaidah-kaidah hukum yang berlaku hanyalah bagi kedua pihak yang
bersangkutan. Pihak ketiga, walaupun mempunyai kepentingan yang sama baik
terhadap kedua pihak atau terhadap salah satu pihak, tidak bisa masuk atau ikut
menjadi pihak ke dalam perjanjian tersebut.
b. Perjanjian
Internasional Multilateral
Perjanjian Internasional yang peserta atau pihak-pihak yang
terikat di dalam perjanjian itu lebih dari dua subjek hukum
internasional. Sifat kaidah hukum yang dilahirkan perjanjian multilateral
bisa bersifat khusus dan ada pula yang bersifat umum, bergantung pada corak
perjanjian multilateral itu sendiri. Corak perjanjian multilateral yang
bersifat khusus adalah tertutup, mengatur hal-hal yang berkenaan dengan masalah
yang khusus menyangkut kepentingan pihak-pihak yang mengadakan atau yang
terikat dalam perjanjian tersebut. Maka dari segi sifatnya yang khusus
tersebut, perjanjian multilateral sesungguhnya sama dengan perjanjian
bilateral, yang membedakan hanya dari segi jumlah pesertanya
semata. Sedangkan perjanjian multilateral yang bersifat umum, memiliki
corak terbuka. Maksudnya, isi atau pokok masalah yang diatur dalam perjanjian
itu tidak saja bersangkut-paut dengan kepentingan para pihak atau subjek hukum internasional
yang ikut serta dalam merumuskan naskah perjanjian tersebut, tetapi juga
kepentingan dari pihak lain atau pihak ketiga. Dalam konteks negara, pihak lain
atau pihak ketiga ini mungkin bisa menyangkut seluruh negara di dunia, bisa
sebagian negara, bahkan bisa jadi hanya beberapa negara saja. Dalam
kenyatannya, perjanjian-perjanjian multilateral semacam itu memang membuka diri
bagi pihak ketiga untuk ikut serta sebagai pihak di dalam perjanjian tersebut.
Oleh karenanya, perjanjian multilateral yang terbuka ini cenderung berkembang
menjadi kaidah hukum internasional yang berlaku secara umum atau universal.
3.
Syarat Sahnya
Perjanjian
Menurut Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum
Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu :
- Sepakat untuk mengikatkan diri
Sepakat maksudnya adalah bahwa para pihak yang
mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju untuk seia sekata mengenai
segala sesuatu yang diperjanjikan. Kata sepakat ini harus diberikan secara
bebas, artinya tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada gangguan.
- Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
berarti mempunyai wewenang untuk membuat perjanjian atau mngadakan hubungan
hukum. Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah
cakap menurut hukum.
- Suatu hal tertentu
Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian.
Syarat ini diperlukan untuk dapat menentukan kewajiban debitur jika terjadi
perselisihan. Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian harus
mempunyai sebagai suatu pokok yang paling sedikit ditetapkan jenisnya.
- Sebab yang halal
Sebab ialah tujuan antara dua belah pihak yang
mempunyai maksud untuk mencapainya. Menurut Pasal 1337 KUHPerdata, sebab yang
tidak halal ialah jika ia dilarang oleh Undang Undang, bertentangan dengan tata
susila atau ketertiban. Menurut Pasal 1335 KUHPerdata, perjanjian tanpa sebab
yang palsu atau dilarang tidak mempunyai kekuatan atau batal demi hukum.
Dua syarat yang pertama yaitu kesepakatan dan
kecakapan yang disebut syarat- syarat subyektif. Sedangkan dua syarat yang
terakhir dinamakan syarat objektif, karena mengenai perjanjian itu sendiri atau
obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan.
4 . Lahir dan Hapusnya Suatu Perjanjian
A.
Perikatan-prikatan yang lahir dari perjanjian
Untuk
suatu perjanjian yang harus terpenuhi empat syarat yaitu:
1.
Perizinan yang bebas dari orang-orang yang mengikatkan dirinya
2.
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
3.
Suatu hal tertentu yang diperjanjiakan
4.
Suatu sebab(oorzaak) yang halal, artinya yang tidak terlarang(pasal:1320).
Selanjutnya undang-undang menghendaki untuk sahnya suatu
perjanjian harus ada suatu oorzaak(“caosa”)yang diperbolehakan. Secara
leterlijk kata oorzaak atau caosa berarti sebab, tetapi menurut riwayatnya,
yang dimaksudkan dengan kata itu ialah tujuan yaitu apa yang dikehendaki oleh
kedua pihak dengan mengadakan perjanjian itu. Misalnya, dalam suatu perjanjian
jual beli: satu pihak akan menerima sejumlah uang tunai dan pihak lain akan
menerima bunga(rente). Dengan kata lain caosa berati: isi perjanjian itu
sendiri.
Suatu perjanjian harus dianggap lahir pada waktu tercaiannya
suatu kesepakatan antara kedua belah pihak. Orang yang hendak membuat perjanjian
harus menyatakan kehendaknya dan kesediannya untuk meningkatkan dirinya.
Pernyataan kedua belah pihak bertemu dan sepakat misalnya dengan memasang harga
pada barang ditoko, orang yang mempunyai toko itu dianggap telah menyatakan
kehendaknya untuk menjual barang-barang itu. Apabila ada sesuatu yang masuk
ketoko tersebuit dan menunjuk suatu barang serta membayar harganya dapat
dianggap telah lahir suatu perjanjian jual beli yang meletakkan kewajiban pada
pemilik toko untuk menyerahkan baran-barang itu
5. Pembatalan dan Pelaksanaan Perjanjian
Pembatalan
perjanjian
Pengertian
pembatalan dalam uraian ini mengandung dua macam kemungkinan alasan, yaitu
pembatalan karena tidak memenuhi syarat subyektif, dan pembatalan karena adanya
wanprestasi dari debitur. Pembatalan dapat dilakukan dengan tiga syarat yakni:
· Perjanjian harus bersifat timbale
balik (bilateral)
· Harus ada wanprestasi (breach of
contract)
· Harus dengan putusan hakim (verdict)
Pelaksanaan Perjanjian
Yang dimaksud dengan pelaksanaan disini adalah realisasi
atau pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak- pihak
supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Pelaksanaan perjanjian pada dasarnya
menyangkut soal pembayaran dan penyerahan barang yang menjadi objek utama
perjanjian. Pembayaran dan penyerahan barang dapat terjadi secara serentak.
Mungkin pembayaran lebih dahulu disusul dengan penyerahan barang atau
sebaliknya penyerahan barang dulu baru kemudian pembayaran.
Kesimpulan
Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang atau satu
pihak berjanji pada seorang/pihak lain, dan dimana dua orang/dua pihak ituv
saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal (pasal 1313 KUHPer). Sedangkan
perikatan adalah suatu perhubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara
dua orang yang memberi hak kepada salah satu untuk menuntutr barang sesuatu
darin yang lainnya, sedangkan opihak lainnya diwajibkan memenuhi tuntutan itu.
Dengan demikian hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah perjanjian itun
melibatkan perikatan. Di dalam pasal 1320 KUHPer B.W untuk syahnya suatu
perjanjian diperlukan empat syarat:
1.
Sepakat mereka yang mengakibatkan dirinya
2.
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3.
Suatu hal tertentu
4.
Suatu sebab yang halal
DAFTAR PUSTAKA
- http:// www.geogle.co.id/ ttgf: sistem terbuka dan asas konsensualitas dalam hukum perjanjian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar